Teruntuk kamu yang sedang bimbang dalam menentukan langkah, ketahuilah, apa pun pilihanmu, perjalananmu memiliki akhir.
Bertarung
melawan pikiran sendiri memang melelahkan, apalagi bila selalu tertuju pada
seseorang. Bagaimana tidak? Memang ada hal lain yang membuat lehermu tercekik
oleh isi kepala sendiri selain karena prasangka? Yang membuatmu selalu
menerka-nerka esok hari akan seperti apa sehingga banyak pikiran tidak perlu
yang muncul dan membuatmu semakin lelah.
Memenuhi ego
kadang terasa seperti kebutuhan. Salah satu ego terbesar adalah mencintai
seseorang. Apalagi yang bisa kamu perbuat demi hatimu yang mencintai seseorang?
Berjuang mendapatkannya atau hanya duduk diam menunggu keajaiban semoga ia tau
perasaanmu dan membalasnya?
Sebentar,
mari membahas kemungkinan terburuk di antara banyaknya kemungkinan yang ada.
Bagaimana bila perjuanganmu gagal? Apakah kamu bersikukuh untuk terus lanjut
atau justru memilih pergi? Permasalahan berikutnya adalah, ketika kamu memilih
untuk melanjutkan, apakah dia layak untuk diperjuangkan? Apakah ada jaminan
perjuanganmu tak sia-sia?
Mencintai
seseorang tidaklah pernah mudah, tanpa pamrih bukan berarti tanpa perih. Kadang
kamu memaksakan diri untuk berkali-kali berhenti menyerah dalam risiko sakit
yang ditanggung sendiri. Cinta memang sebuah anugerah, tetapi tak jarang juga
menjadi musibah bila tidak terbalas. Yang pada akhirnya membentuk kamu menjadi
masokis yang rela bertahan dalam luka hanya dengan alasan cinta.
“Nggak
apa-apa, yang penting aku sayang dia meski segimana pun sakitnya.”
Kamu jadi
memiliki kebiasaan buruk menipu diri dan mengabaikan rasa sakit yang menghantam
dua kali lipat setiap kali kalimat itu terlintas di dalam benak. Segalanya
sudah kamu lakukan hanya demi mendapatkan perhatiannya, bahkan hanya untuk
dianggap ada. Bertaruh pada waktu yang penuh rahasia dan melempar dadu harapan
yang berisi doa tertinggi; semoga dia menjadi milikmu.
Tapi
mau sampai kapan? Keadaan paling sulit adalah membahagiakan seseorang yang tak
ingin dibahagiakan.
Kamu
tau apa kata lain dari berusaha mencintai orang yang tidak mencintaimu? Ya…
Buang-buang waktu, bodoh. Waktu adalah kado terbaik yang disediakan Tuhan, yang
bisa diberikan untuk seseorang. Dengan memberikan waktumu, berarti kamu
memberikan sesuatu yang tak dapat diulang kembali. Bukankah sebuah hal yang
sia-sia kamu memberikan sesuatu yang sangat berharga untuk orang yang nggak pernah
sekalipun menghargaimu?
Sebaiknya
sejak dini kamu sadari bahwa arah jarum jam tidak pernah melaju ke belakang dan
berhenti berotasi untuk hari yang tak bisa diduplikasi. Tentu sudah seharusnya
kamu menyayangi dirimu sendiri…, dengan segera berhenti. Berhenti dan pergi
untuk menemukan seseorang yang lebih pantas kamu perjuangkan.
Dan,
waktu yang tepat untuk pergi adalah… ketika yang kamu dapatkan hanya pengabaian
dan ketika mencintai seseorang membuatmu menjadi orang lain, bukan dirimu
sendiri.
Diam,
embuskan napas, lalu berpikirlah. Kamu akan tahu kapan waktu yang tepat untuk
pergi. Mantapkan langkah kaki agar kamu tidak berjalan mundur. Percayalah, kamu
pantas mencintai dan dicintai orang yang lebih baik, dan semua hanya masalah
waktu sampai kamu bertemu dengan orang itu.
Seseorang
yang membuatmu merasa pulang ke rumah, saling melengkapi, dan membuat kamu
berkata “Cukup, aku berhenti di kamu.”
Bagian tersulit
dalam mencintai adalah ketika tidak dicintai.
Berhentilah
menjadi naif, cintamu itu pamrih. Ya, cinta kita semua pamrih.




