Terlalu
sulit rasanya hanya untuk tersenyum dan terlihat seolah semua baik-baik saja.
Sebab, luka yang tumbuh dalam sebuah hubungan yang berada di ujung tanduk
layaknya racun yang mencabik rongga dada. Bahkan hanya untuk bernapas normal
saja, sesaknya tiada tara. Semakin berusaha terlihat baik-baik saja, rasa sakit
dari luka itu semakin meradang berpuluh-puluh kali lipat dari biasanya.
Karena
rasa sakit, terkadang manusia menjadi penipu mahir di balik topeng senyum lugu.
Cinta,
salah satu elemen kehidupan paling penting sudah tentu membutuhkan perjuangan
keras, baik sejak meraih dan mempertahankannya. Kita semua tau, apa yang
didapat dengan proses mudah, juga dapat terlepas dengan cara yang sama. Tapi,
jika cinta itu didapat dengan susah payah dan sudah mengakar terlalu dalam di hati,
apakah mudah saja melepasnya? Tentu tidak.
Hubungan
itu seperti halnya rumah, jika rumah yang ditinggal sudah tidak terasa nyaman
atau malah justru membuat sakit, pastinya muncul dilema; bertahan atau
tinggalkan? Dua pilihan yang salah satunya sangat sulit diputuskan.
Di
satu sisi, jika bertahan, apakah ada jaminan hubungan itu akan membaik? Apakah
si dia akan berubah dan tidak menyakitimu? Apakah dia memperbaiki kesalahannya?
Di
satu sisi lainnya, jika ditinggalkan, apakah kamu siap beranjak dan mendapatkan
seseorang yang lebih baik. Yang ngga menyakiti kamu, yang dapat menerima kamu,
dan juga yang menyayangimu dengan tulus.
Pasti
atau entah, dalam suatu hubungan akan ada fase di mana kamu akan merasa dilema
dengan keadaan yang ngga mempunyai opsi menguntungkan, dan sialnya opsi itu
seperti yang memilih dan memaksa kamu mengambil risiko tanpa jaminan bagaimana
berjalan ke depan, dan kamu belum mampu menentukan.
Namun
yang mesti kamu ingat adalah, yang namanya hubungan itu berdua, bukan sendiri.
Jadi ketika kamu sedang berada dalam dilema antara bertahan atau tinggalkan,
kamu harus berpikir dengan logika yang jernih. Singkirkan sejenak tetek
bengek perasaan. Ketika suara gong dilema itu terdengar nyaring, apa
lagi yang harus dilakukan selain mengoreksi?
Mengoreksi
apa yang sudah dilakukan dan belum. Dari koreksi itu kamu akan berpikir lebih
jauh apakah hubungan di ujung tanduk itu layak dipertahankan atau justru
disudahi. Apa yang sudah ia lakukan dan berikan untukmu? Apa yang dia
perjuangkan dalam hubungan ini?
Janganlah
berpikir dalam konteks sudah berapa lama hubungan itu terjalin, karena lama
atau sebentar sebuah hubungan nggak menjamin bagaimana akhirnya. Boleh kamu
menyayangi hubungan kalian yang sudah terjalin lama, sayang dengan kenangan dan
tiap momen yang telah tercipta bersama. Tapi apakah dengan berbekal ingatan itu
kamu mau dan rela terus tersiksa oleh realita? Apakah kamu sanggup hanya
menerima luka ketimbang kasih sayang?
Soal
bertahan, apakah dia yang kamu cintai juga mempertahankanmu? Apakah dia
berusaha untuk memperbaiki hubungan? Atau justru lepas tangan? Jika ia sadar
diri untuk memperbaikinya, barangkali hubungan kalian layak dipertahankan.
Jika
dia malah lepas tangan, tunggu apa lagi untuk bersiap mengambil ancang-ancang
untuk pergi meninggalkan? Meski ngga ada jaminan kamu akan menemukan seseorang
baru yang lebih baik, setidaknya nanti kamu mempunyai pilihan. Pilihan pada
siapa kamu mempercayakan hatimu untuk jatuh cinta di kesempatan berikutnya,
juga dicintai. Kamu pun akan mendapatkan ‘rumah’ baru yang mungkin lebih
membuatmu nyaman dan mengantarkanmu pada jenjang yang lebih serius. Selalu ada
kemungkinan dalam ketidakmungkinan.
Apapun
pilihannya, renungkanlah tentang ketulusan hati. Jika ketulusanmu dalam
hubungan itu tidak dihargai, ya lebih baik pergi. Banyak orang baik yang lebih
pantas mendapatkan ketulusan itu, dan jawabannya hanya masalah waktu. Toh, jika
nantinya dia menyesal telah melepasmu, itu sudah bukan lagi urusanmu. Biarkan
dia menyesali kebodohannya telah menyia-nyiakanmu, biarkan ia belajar bagaimana
rasanya patah hati yang ia buat sendiri.
Cinta
adalah perihal memberi dan menerima. Cinta itu pamrih. Cinta itu butuh balasan.
Dan kembali lagi, cinta itu berdua, bukan sendiri. Berhenti
menjadi naif dan cobalan untuk realistis.
Bertahan
atau tinggalkan, tentukan pilihamu dan lakukan dengan penuh senyuman ikhlas.
Karena yang menentukan kebahagiaanmu dan berhak atas segalanya adalah dirimu
sendiri. Cinta yang diawali dan diakhiri dengan keikhlasan akan mengantarkanmu
pada bahagia yang sebenarnya.
Limpahkan
waktu, doa, dan air matamu untuk dia yang juga memberikan hal yang sama.
Sumber : nyunyu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar